"Mewujudkan Indonesia yang sejahtera melalui reformasi pengadaan yang efisien, transparan dan akuntabel"


Selasa, 11 Juni 2013

200 JUTA NAN “LEJAT”

Perubahan Perpres 54/2010 menjadi Perpres 70/2012 dimana pengadaan barang/jasa melalui pengadaan langsung dapat dilakukan sampai dengan 200 juta (semula hanya sampai 100 juta) membuat beberapa pihak yang merasa “keenakan” melakukan pengadaan menjadi “beliuran”. 
Bagaimana “kada beliuran” lebih dari 70% dari pengadaan barang/jasa pada setiap SKPD adalah pengadaan langsung, mulai dari ribuan sampai ratusan juta, sementara saat ini pengadaan langsung tidak melalui “e-procurement” sehingga sangat mudahnya untuk “bermain-main” menggunakan uang rakyat tersebut, pilihannya adalah : menyediakan barang/jasa untuk rakyat “secara benar” atau menyediakan barang/jasa untuk rakyat “secara tidak benar.”
Sayangnya, banyak diantara birokrat yang memilih untuk menyediakan barang/jasa untuk rakyat secara tidak benar. Modusnya antara lain : a) PA/KPA “superior” dalam pengadaan barang/jasa, memilih penyedia bahkan sampai melakukan pembelian (PPK dan PP hanya kebagian menyelesaikan administratif pengadaan b/j), dibeberapa SKPD peran PPTK bahkan juga sampai mengatur pemilihan penyedia bahkan bertindak ganda “menjadi penyedia” modusnya “meminjam CV”, yang lebih “soft” melimpahkan pengadaan kepada kerabat dan konco-nya.
Mengapa hal ini masih terjadi? Jawabannya singkat, karena ekonomi.
Beberapa PA/KPA merasa keenakan dengan pola lama, dimana beberapa kegiatan di SKPDnya dapat menjadi “ATM” bersama maupun pribadi, baik untuk kepentingan kelompok maupun personal, sehingga perubahan pengadaan b/j kearah elektronik, memasung kreativitas untuk mendapatkan duit haram tersebut secara melimpah, revisi besaran nominal pengadaan langsung sebagaimana termaktub dalam Perpres 70/2012 dengan nominal sampai dengan 200 juta menjadi angin segar untuk kembali “bermain-main” dengan uang rakyat secara illegal. Padahal regulasi tersebut diupayakan untuk perubahan menyeluruh dalam pengadaan, dilakukan para pihak sesuai kewenangan dan tanggungjawabnya, agar pengadaan menjadi  lebih baik, legal, kredibel, akuntabel, bebas korupsi dan mensejahterakan masyarakat. Sejatinya, perubahan tersebut telah berlangsung lebih dari dua tahun membuat kita tersadar, bahkan fakta menunjukkan “bermain-main” dengan pengadaan b/j, banyak birokrat tersandera secara hukum dan sosial, berselimut dinginnya bui, mungkin saat ini “anda” masih terselamatkan karena “belum tercium” aparat berwenang, tapi “sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga”, bersiaplah karena penyesalan pasti datangnya di belakangan…, pada saat itu  “duit” berapapun banyaknya…tak bisa menyelamatkan, karena sanksinya, tidak saja pidana, tetapi juga sanksi sosial dan sanksi dari Tuhan…

Oleh : Rakhmani, S.Sos., M.Si

0 komentar:

Posting Komentar