"Mewujudkan Indonesia yang sejahtera melalui reformasi pengadaan yang efisien, transparan dan akuntabel"


Launching Layanan Pengadaan Secara Elektronik

Bupati HSS pada acara Launching LPSE di Pendopo Kabupaten tanggal 7 Nopember 2011 , dihadiri oleh perwakilan dari LKPP Direktur Monev LKPP Ir. Riad Horem, Dipl. HE , wakil Ketua DPRD, Unsur Muspida, Tokoh Masyarakat, Gapensi dan semua Stakeholder.

Selasa, 06 November 2012

LAMPU KUNING PENGADAAN (“Me-Warning” Pokja ULP, PPK & PPHP serta Penyedia dalam Pengadaan B/J) Oleh : Rakhmani, S.Sos.,M.Si

Pengadaan barang/jasa APBD Perubahan 2012 Kab. Hulu Sungai Selatan menyisakan waktu sekitar 2 bulan, setelah dikurangi proses pengadaan sekitar 15-30 hari kerja, tersisa pelaksanaan kontrak kurang lebih 30-45 hari kalender sebelum tutup buku akhir Desember 2012, untuk kemudian dilaksanakan serah terima barang. Suatu waktu yang tidak terbilang lama, kalau tidak disebut “singkat”. Singkatnya waktu yang tersedia membutuhkan sikap kehati-hatian para pihak dalam pengadaan, khususnya pokja ULP, PPK, PPHP maupun penyedia agar sesuai target yang ditetapkan. Ketidakcermatan dalam alokasi sumber daya, mekanisme dan prosedur berakibat pengadaan menjadi illegal, tidak akuntabel, tidak kredibel, dan kualitas barang/jasa yang dihasilkan buruk.
Pokja ULP yang memproses pengadaan dengan dasar Perpres 70/2012 sangat terbantu dengan alokasi waktu yang cukup singkat, khususnya untuk lelang sederhana/pemilihan langsung yang terbilang cukup besar pada pengadaan APBD Perubahan tersebut, hanya kisaran 15 hari telah jelas siapa pemenang dan berlanjut ke kontrak, tentu saja dengan tetap  memegang ketentuan yang berlaku dan menggunakan e-proc. Penyedia, yang terikat kontrak pengadaan dengan PPK perlu mengarahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan kontrak, bahkan sampai 24 jam waktu kerja (jika perlu), dengan tetap mematuhi standar kualitas pekerjaan yang ditetapkan dalam dokumen kontrak, PPK memiliki kewajiban untuk memonitor pelaksanaan kontrak, bahkan meminta, percepatan penyelesaian pekerjaan, mengambil langkah hukum lainnya (denda dan atau putus kontrak serta mengusulkan black list) terhadap penyedia yang tidak taat kontrak dengan alasan yang tidak jelas, PPHP memiliki kewajiban untuk memeriksa, menguji semua barang/jasa yang telah dikerjakan penyedia, jangan pernah menandatangani berita acara serah terima barang kalau belum memeriksa dan mengujinya, dan kalau tidak sesuai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak, tidak melakukan “kompromi” dengan alasan tutup buku tahun anggaran, sehingga mempermudah pencairan uang kontrak, menandatangani berita acara padahal barang/jasa belum diperiksa dan diuji.  Apapun alasannya : a) proses pengadaan tidak taat hukum, b) pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dokumen kontrak, c) kualitas barang/jasa tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak, d) tidak tertib administrasi, mekanisme dan prosedur, semuanya merupakan pelanggaran, konsekuensinya : a) administrasi, b) perdata, dan atau c) pidana.
Semua pihak tentu berkewajiban agar pengadaan barang/jasa yang menjadi tanggungjawabnya berjalan efektif, efesien, legal, akuntabel, kredibel dan mensejahterakan masyarakat. Hal ini tidak hanya berlaku bagi pengadaan melalui ULP dan LPSE atau diatas 200 juta tetapi juga untuk pengadaan langsung dan masih non-eproc, bagaimanapun tertib hukum menjadi acuan good and clean governance, melembagakan zona integritas, sehingga HSS bebas korupsi, dan pengadaan benar-benar mensejahterakan masyarakat, semoga.